Hatur Nuhun, Makan !!
Wednesday, 25 November 2015 | 21:45

Hari itu, musim 2012-2013 berakhir. Seluruh tim berbenah menyongsong musim baru demi menjadi tim terbaik di tanah air, Tak tekecuali Persib. Mengakhiri musim 2013 di posisi 4 jelas bukan posisi ideal bagi Maung Bandung yang selalu menargetkan juara di tiap musimnya.
Manajemen bergerak cepat, pelatih kepala Djajang Nurjaman dipertahankan. Beberapa pemain kunci juga berhasil diamankan. Demi menambah ketajaman lini depan di datangkan pula sang anak hilang Ferdinand Sinaga serta Djibril Coulibaly yang mencetak 21 gol untuk Barito Putra guna menemani Sergio Van Dijk. Lini tengah juga tidak luput dari perhatian. Untuk membantu tugas Mas Har dan Firman Utina, manajemen mengincar Gustavo Lopez dari Persela saat itu.
Namun, agen Djibril saat itu mengajukan “paket hemat” dengan menambahkan nama Makan Konate ke dalam paket bersama Djibril Cuolibaly. Saya dan mungkin beberapa bobotoh lainnya agak kurang setuju. Siapa yang tak senang lini tengahnya akan diisi oleh seorang pemain sekaliber Gustavo Lopez? Yang mungkin pada musim itu adalah gelandang tengah terbaik di Indoneisa. Harapan tinggal-lah harapan. Gustavo Lopez lepas dari genggaman. Datang Makan Konate sebagai alternatif.
Siapa sih, Makan Konate? Saya ingat betul waktu kamu bermain di PSPS Pekanbaru dan mencetak gol ke gawang PBR karena kebetulan saya menonton pertandingan tersebut. Tetapi, saya tidak terlalu memperhatikan permainan kamu.
Waktu berlalu, perkenalan pertama kamu saya lihat saat pra musim melawan DC United. Di pertandingan tersebut ia memang mencetak satu gol tetapi hati saya masih meneriaki keraguan kepada kamu. Mungkin masih ada rasa kesal karena lini tengah tidak jadi diisi sang buruan utama Gustavo Lopez.
Pertandingan demi pertandingan terlewati, kamu mulai menunjukkan magismu. Kamu mulai membuktikan bahwa salah bila Bobotoh meragukan kualitasmu. Gol demi gol pun lahir darimu. Ini menunjukkan kamu tidak hanya piawai dalam mengatur serangan tetapi juga ahli dalam urusan men-jegerkan jala lawan.
Saat melawan Ajax adalah puncak dari hilangnya keragu-raguan dalam diri saya kepada “Messiah dari Mali”. Semakin hari permainanmu semakin mobile, energik, dewasa, visi bermain yang cerdas, dan semakin nyetel dengan pemain lainnya.
Usianya masih muda memang, 23 tahun adalah saat pertama kali kamu menjejakkan kaki di tanah Pasundan. Usia yang terbilang muda untuk pemain asing yang merumput di Indonesia. Tetapi tidak seperti pemain muda kebanyakan, kamu tidak emosional, kamu tampak tenang, Sangat tenang. Kamu tidak pernah bermain kasar, tidak pernah terpancing emosi, bahkan cara merebut bola kamu pun hampir selalu bersih. Jika bola ada di kakimu, seperti pesulap yang sedang memainkan beberapa topi lalu melemparnya secara bersamaan dan tidak pernah terjatuh. Sangat sulit merebut bola darimu.
Sebuah panutan bagi pemain lainnya. Memang begitu seharusnya pemain asing, di samping kualitas bermainnya yang dituntut supaya di atas rata-rata pemain lokal namun attitude-nya pun harus jadi contoh yang baik dan menurut saya kamu adalah salah satu yang memiliki keduanya.
Melawan Arema saat babak semifinal ISL adalah momen yang tidak mungkin dilupakan. Saat kita (Persib) sedang unggul 2-1 melawan dan kami rasa belum aman, kamu datang dengan gol mu. Sebuah blunder konyol dari Juan Revi mampu kamu maksimalkan dengan baik, 3-1. Selebrasi kamu pun mengindikasikan “Game Over”. Tiket final dipegang.
Klimaksnya, saat final melawan Persipura. Kamu dikawal begitu ketat oleh Lim Jung Sik. Kemana kamu pergi selalu ada Lim disitu. Tidak jarang kamu dijegal hanya untuk menghetikan serangan kita karena mereka tahu kamu lah otaknya. Namun, bukan Makan Konate namanya jika tidak bisa melepaskan diri. Kamu tetap bermain baik dan bisa menari-nari seperti biasanya. Sampai 120 menit waktu habis skor akhir 1-1 dan harus diakhiri lewat adu penalti.
Kamu menjadi algojo pertama. Tugas yang berat karena kuncinya ada di kamu. Kamu tenang, dan…. Gooolll. Mengarah ke kanan atas gawang Dede Sulaiman, bisa terbaca oleh penjaga gawang namun, tak cukup untuk menghentikan tendangan kamu. Di akhir pertandingan kita juara setelah tendangan Jupe mengecoh Dede. Perlu 19 tahun dan kamu menjadi salah satu pelaku sejarahnya.
Saya sempat terkejut, ketika Best Player ISL tidak jatuh kepadamu. Tak apa, nyatanya kamu lah yang berhasil memenangkan hati para Bobotoh. Kamu pula yang menjadi Top Skor Persib. Bukan Ferdinand atau bahkan Djibril yang lebih lama berkutat dengan cedera.
Jika diurutkan dari awal tentu rasa syukur kita ucapkan kepada Mundari Karya yang dengan jeli melihat bakat-bakat pemain Afrika waktu itu sedang berlatih di Senayan. Mereka semua belum punya klub dan belum punya agen. Mundari melihat sesuatu yang istimewa dari Makan dan memboyongnya ke Pekanbaru.
Lalu, kepada sang agen, Mamadou, yang menyelipkan Makan ke dalam satu paket bersama Djibril. Jika tetap merekrut Gustavo yang sering menghabiskan waktunya di ruang medis atau kondisi fisiknya yang menurun, bukan tidak mungkin di atas lambang Persib kini masih hanya ada satu bintang. Semua sudah ada yang mengatur.
Kini, perpisahan itu diujung jalan. Kamu punya keluarga yang harus diberi makan. Apalagi kamu juga ingin menikah. Jelas butuh biaya yang lebih dan itu tidak bisa di dapatkan di sini. Tidak, kami tidak akan menganggap kamu sebagai pemain mata duitan. Toh, kami tahu kok raga kamu mungkin tidak disini tetapi hati kamu tetap tinggal disini.
Nanti, jika semua telah kembali normal, jangan lupa kembali karena kita akan selalu butuh kamu. Biarkan perpisahan ini terjadi karena untuk menumbuhkan rasa kangen, terkadang harus terbentang jarak.
Selamat menempuh petualangan baru, Makan Konate. Jangan lupakan kami, maaf karena telah meragukan kamu saat pertama kamu datang. Jaga nama baik Persib Bandung diluar sana. Tunjukkan permainan terbaik kamu agar orang sana tahu bahwa kamu memang dihasilkan dari klub terbaik Indonesia.
Disusun oleh lelaki karir yang menghabiskan waktu 8-10 jam di kantor dari Senin – Jum’at. Biasa berkeliaran di twitter @fvckriiii
0 komentar: